Kamis, 27 Maret 2008

Cinta yang Menaklukkan Segalanya

Cinta yang Menaklukkan Segalanya

Jodhaa-Akbar adalah film India ke sekian yang berhasilmenaklukkan pasar film dunia. Di kwartal pertama tahun 2008 ini misalnya, Jodhaa-Akbar tak saja diputar di jaringan gedung bioskopAS, namun juga di Eropa dan Kanada. Sukses komersial film ini tak saja karena menampilkan dua bintang muda yang punya kualitas akting memesona, namun juga seting cerita yang memberi pemahaman baru pada nuansa sejarah local India, pada masyarakat film dunia.

Jodhaa Akbar berkisah tentang cinta yang nyaris tak terungkap, antara penguasa Mughal, Kaisar Jalaluddin Mohammad Akbar (Hrithik Roshan), dengan Puteri Jodhaa (Aishwarya Rai), dara Rajput yang cantik, cerdas dan berapi-api. Film yang berlatarkan peristiwa di abad ke 16 di India ini bertumpu pada perkawinan politis antara dua kerajaan dengan dua budaya yang berbeda, untuk membentuk aliansi baru. Penguasa Rajput, Raja Bharmal (Kulbhushan Kharbanda) yang Hindu, sepakat memberikan puterinya untuk dipersunting oleh Kaisar Akbar yang Muslim. Sang kaisar yang masih muda ini tadinya hanya terpikat oleh kecantikan puteri Jodhaa semata. Dia sama sekali tak menyadari, bahwa hubungan ini akan membawanya pada pengalaman hidup yang baru, yang sama sekali tak pernah diduga sebelumnya

Pada dasarnya Jalaluddin muda adalah lelaki pemberani. Ketangguhannya di medan perang berbuah kemenangan demi kemenangan. Siasat perangnya membuat satu persatu lawan yang tangguh bertekluk lutut di hadapannya, sehingga dia mendapat julukan Akbar, yang berarti paling hebat. Namun kehandalan di medan perang tak berguna sedikit pun saat dia berusaha memenangkan cinta si cantik Jodhaa, yang ternyata berani menentang semua pendapatnya.

Sebagai orang yang sejak kanak-kanak mendambakan posisi sebagai penguasa tertinggi, Jalaluddin Mohammad Akbar menampilkan citra sepenuhnya sebagai penguasa yang memandang keberhasilan dengan seberapa jauh dia bisa memperluas wilayah kekuasaannya. Dari kawasan Asia Barat, dia terus melebarkan sayap ke wilayah timur, menaklukkan kerajaan kecil yang ada di sana satu persatu. Setelah Akbar berhasil menguasai celah Hindu Kush yang strategis, barulah kaisar muda ini menyadari bila wilayah kekuasaanya telah membentang begitu luas, dari Teluk Bangala hingga Afghanistan, dari pegunungan Himalaya hingga Sungai Godawari.

Walau begitu, kebesaran Akbar masih mendapat tantangan. Di depannya masih ada Rajput, benteng Hindu terkuat yang masih tersisa. Raja Bharma, walau menyadari bila kerajaannya tak bisa menandingi mesin perang Mughal, tak mau menyerah begitu saja, bahkan bertekat melawan sekuat tenaga. Akbar sendiri sebenarnya sudah ‘capek’, dan ingin menikmati masa jeda dengan kehidupan duniawi. Apalagi kerajaan yang telah tunduk mengisi haremnya dengan puteri-puteri India yang jelita.

‘Singa betina’ yang dipuja

Dari teks sejarah yang ada, yang berhasil ditemukan oleh Ashutosh Gowariker ( sutradara dan produser film ini ) Akbar tak pernah bertemu dengan Jodha sebelumnya, selain penuturan para penasehatnya bahwa dengan ‘memiliki’ Puteri Jodha, dia tak saja mendapat interi yang cantik dan pintar, namun juga bisa memiliki sebuah kerajaan tanpa harus mengeluarkan tenaga, karena sang puteri adalah belahan jiwa ayahnya. Logika yang diajukan para penasehat Akbar adalah puteri Jodhaa tak ubahnya sebuah cek kosong yang memberi peluang keuntungan luar biasa, baik secara politis atau militer.

“Baginda akan mendapat citra bijaksana seperti nabi Sulaiman, karena melindungi sebuah kerajaan Hindu.Di samping itu, bila kita tak perlu mengerahkan prajurit, amat menghemat biaya pengeluaran perang kita. Sebaliknya hubungan dagang dengan kerajaan Hindu itu menguntungkan kita, karena tak usah pergi jauh untuk mendapatkan barang berharga dari negeri Cina,” begitu usul para penasehat kepada Akbar.

Dalam kenyataan sejarah yang ada, isteri Sultan Akbar ini tak pernah dikenal dengan nama Jodhabai. Penyebutan dengan nama ini baru muncul akibat salah kaprah yang terjadi di abad19. Nama puteri yang cerdas dan pemberani ini sebenarnya adalah Hira-Kunwari, nama yang dipakai saat dia masih gadis.Setelah menikah dengan Sultan yang Muslim, dan permaisuri, namanya berubah menjadi Mariam-uz-Zamani.

Bagi penguasa yang masih muda ini, tak ada salahnya bila dia menempuh jalan yang menguntungkan. Apalagi dia mendambakan pasangan hidup yang tak asal tunduk. Dia mendambakan perempuan yang sepadan bagi penguasa dunia. Seperti Ruksahan (Roxxane), ‘singa betina’yang membuat penguasa mashur Iskandar Zulkarnain yang Agung (Alexander the Great ) bertekuk lutut mencintainya.

Dan lagi, semua tekanan, baik intimidasi militer, berbagai upaya diplomasi hingga teror psikologis yang keji, semua tak berguna bagi benteng Rajput yang bertekat untuk melawan sampai semuanya tumpas. Jodha mau saja berpindah posisi, menjadi pengantin kasisar muda paling berkuasa. Namun dia bukanlah merpati tanpa daya di kamar pengantinnya. Yang ajaib, puteri Jodha – dengan segenar paduan antara kecantikan, kecerdasan dan keberaniannya - menumbuhkan kesadaran Akbar, bahwa meriam dan pedang bukanlah kehebatan sejati para pria.

Maka, sang kaisar, yang kehadirannya di sebuah negeri mampu menimbulkan kepanikan rakyat yang gentar mendengar reputasi militernya, akhirnya bersimpuh di depan pesona sang cinta. Secara seksual dia ditaklukkan Yodha. Dalam kearifan ilmu tata pemerintahan, kekuasaan yang tadinya berlandaskan logika pedang, telah dibelokkan Yodah menjadi kearifan kebijakan pemerintahan ala Sulaiman yang ramah perempuan.
Secara bijak, Yodha tidak berdiri di depan tampuk kekuasaan. “ Telunjuk baginda lah yang memerintah dunia,” katanya secara cerdik memberi persuasi pada sang suami. Namun Yodha terus menunjukkan kekuatan perempuan sebagai insane ciptaan Tuhan, yang sama kuatnya dengan lelaki mana pun. Dia bagaikan sang puteri, yang terus memukai sang Raja dengan kalimat luar biasa, dengan dongeng selama seribu satu malam, yang bisa merubah hasrat pembunuhan menjadi api cinta, yang menyala perlahan dari sebuah bara. Pada akhirnya, Baginda Akbar lah yang mengmis cinta pada Jodha.
Dan happy ending yang terjadi di antara mereka , bukan lagi fiksi. Sejarah sering mencatat penghargaan yang begitu besar dari Sang Penguasa kepada belahan jiwanya. Taj Mahalm yang sebenarnya makam maha indah yang dibangun oleh seorang Raja untuk mengenang permaisurinya,- adalah salah satu contoh yang nyata.
Heru Emka


Lost in Beijing

Lost in Beijing adalah film yang memikat, menunjukkan bila negeri komunis seperti China, justru melahirkan banyak sutradara film yang berkualitas prima. Sutradara Li Yu,yang menggarap film ini sebagai pengungkapan narasi perjuangan hidup di kawasan urban China kontemporer, berhasil mendulang pujian, saat film ini ditayangkan pada Berlin International Film Festival (16 Februari 2007 ) 2007.

Li Yu sendiri dikenal sebagai sutradara muda yang berani menggarap tema-tema yang dianggap rawan di kalangan sineas China. Film garapan Yu sebelumnya; Fish and Elephant (2002), mengungkap problematika lesbianisme. Karya lainnya; Dam Street (2005), dipuji sebagai film drama yang memikat. .

Lost in Beijing yang uskes di manca negara, ternyata terjegal di daratan China. Seperti film lain yang coba memotret problematika tubuh perempuan, Lost in Beijing mendapat reaksi keras. Film yang bicara blak-blakan soal pelacuran, pemerkosaan dan pemerasan ini bahkan kemudian ‘tak lolos sensor’, istilah lain bagi pencekalan.

Film yang dipuji di Festival Film Tribeca dan laris manis saat diputar di jaringan bioskop New York ini, akhirnya hanya bisa disaksikan secara on line, seutuhnya, tanpa potongan sensor sama sekali. Ini memang perlawanan cerdas terhadapgunting sensor yang beringas.

Fil ini menuturkan kehidupan Liu Pingguo (Fan Bingbing) dan suaminya, An Kun (Tong Dawei) adalah sepasang migran muda yang datang dari kawasan utara China yang berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Beijing. Tentu saja Beijing bukan;ah sorga bagi mereka berdua, karena selain hanya bisa menyewa sepetak ruangan sempit, suami isteri ini masih harus berjuang agar hiduplabih layak

An Kun bekerja sebagai buruh pembersih jendela, sementara isterinya bekerja di panti pijat Golden Basin. Panti pijat ini dikelola oleh seorang pria tak tahu malu bernama Lin Dong (Tony Leung Ka Fai). Sedangkan isterinya,Wang Mei (Elaine Jin) membuka praktek pengobatan tradisional China. Dua jenis bekerjaan yang berbeda sifat ini, kemudian menimbulkan pertentangan antara kedua suami-isteri ini.

Saat sahabat Pingguo yang bernama Xiao Mei (Zeng Meihuizi), menyerang seorang tamu yang kurang ajar, dia dipecat oleh Lin Dong. Pingguo yang berusaha menghibur sahabatnya, sempat terlena minuman keras, dan mabuk di sebuah kedai tuak. Dalam perjalanan pulang menuju panti pijat, Pingguo tersesat di sebuah ruang kosong.Lin Dong yang memang tergoda dengan tubuh molek Pingguo, tak menyiakan ‘peluang emas’ dan segera memerkosa perempuan udik itu. Tragisnya, An Kun yang bekerja sebagai pembersih jendela,melihat adegan ini di kejauhan.

Suami Pingguo ini tak bisa menahan kemurkaannya, dia menyatroni Lin Dong, memakinya serta mengotori mobil Mercedes Benz Lin Dong. Takcuma itu, dia juga menuntut agar Ling Dong memberi uang ‘ganti rugi’ sebesar 20 ribu renminbi (mata uang China). Ketika Lin Dong tak memberikan uang, An Kun mencoba menggodai Wang Mei. Isteri Lin Dong yang memang sudah lama memendam kesal pada suaminya, justru menerima godaan Ah Kun.Bahkan menyeretnya pada sebuah petualangan seksual.


Deru campur debu

Hidup,cinta dan air mata, kadang tak tampildalam urutan yang sempurna. Takdir kadang menempatkan kita di jalan kehidupan yang penuh deru campur debu. Menyesakkan,namun tak terelakkan. Puncak dari silang sengkarut ini adalah kehamilan Liu Pingguo, dengan kedua lelaki; An Kun dan Lin Dong yang saling merasa menjadi ayah si calon bayi. Lin Dong sendiri berniat menjadikan kehamilan Pingguo sebagai peluang untuk menceraikan isterinya. Kedua lelaki dari pusaran cinta segi empat ini kemudian membuat kesepakatan yang dianggap memadai : Lin Dong akan memberi Ah Kun uang yang dimintanya, sebagai penebus perbuatan yang dilakukan Lin Dong pada isterinya. Kedua, bila golongan darah si bayi sama dengan Lin Dong, dia akan dipelihara Lin Dong sebagai anaknya, dan AH Kun menerima uang seratus ribu renminbi lagi. Sebaliknya bila golongan darah si bayi sama dengan Ah Kun, Lin Dong bebas dari tanggung jawab.

Namun di luar semuakesepakatan ini, perselingkuhan antara Lin Dong dengan Pingguo kian membara, seakan membakar ranjang yang menjadi landasan cinta haram mereka. Lin bahkan tak pedulipada gugatan perceraian yang diajukan Wang Mei, yang bakalmenyita separoh hartanya. Lin bahkan bersikap seakan dia memang ayah dari janin yang dikandung Pingguo. Masalahnya semakin berbelit, karena saat si bayi dilahirkan,

An Kun justru merasa bila si bayi adalah anak kandungnya.

Namun kemiskinan membutakan mata hati AH Kun, dia sepakat untuk menyerahkan anaknya pada Lin, demi sejumlah uang yang jumlahnya menyilaukan mata hatinya. Namun saat melihat betapa bahagianya Lin Dong memondong bayinya, api cemburu mulai membakar hati Ah Kun, dan membisikkan hasrat keji untuk menculik sang bayi.

Bagaimana dengan Pingguo,yang jiwa raga serta anaknya yang menjadi korban konflik pribadi dua lelaki ? Perempuan cantik ini pun disiksa rasa bersalah, karena malah menghanyutkan diri dalam arus perselingkuhan ini. Dia ikut tinggal di rumah Lin Dong, namun lebih sebagai peeawat bayinya. Setelah mengambil’uang tebusan’ yang diberikan Ah Kun padanya, dia menggendong bayinya, lalu pergi meninggalkan rumah. Film ini berakhir dengan adegan yang tak saja men gesankan; dua lelaki yang menjadi seteru dalam cinta, berada dalam sewbuah mobil yang sama: Mereka mencari Pingguo, perempuan yang dianggapbelahan jiwa oleh keduanya. Takdir untuk mencintai perempuan yang sama begitu mengenaskan dengan akhir jalan hidup keduanya : tewas dalam kecelakaan di jalanan Beijing yang begitu sibuk. Adegan ini menyisakan sebuah

pertanyaan yang merangsang : Di manakah sebenarnya letak kebahagiaan ? Kenapabegitu banyak orang berlarian tanpa harapan, walau dia tahu jalan itu menuju satu tempat :jurang kegagalan ? .( Heru Emka )