Kamis, 27 Maret 2008


Lost in Beijing

Lost in Beijing adalah film yang memikat, menunjukkan bila negeri komunis seperti China, justru melahirkan banyak sutradara film yang berkualitas prima. Sutradara Li Yu,yang menggarap film ini sebagai pengungkapan narasi perjuangan hidup di kawasan urban China kontemporer, berhasil mendulang pujian, saat film ini ditayangkan pada Berlin International Film Festival (16 Februari 2007 ) 2007.

Li Yu sendiri dikenal sebagai sutradara muda yang berani menggarap tema-tema yang dianggap rawan di kalangan sineas China. Film garapan Yu sebelumnya; Fish and Elephant (2002), mengungkap problematika lesbianisme. Karya lainnya; Dam Street (2005), dipuji sebagai film drama yang memikat. .

Lost in Beijing yang uskes di manca negara, ternyata terjegal di daratan China. Seperti film lain yang coba memotret problematika tubuh perempuan, Lost in Beijing mendapat reaksi keras. Film yang bicara blak-blakan soal pelacuran, pemerkosaan dan pemerasan ini bahkan kemudian ‘tak lolos sensor’, istilah lain bagi pencekalan.

Film yang dipuji di Festival Film Tribeca dan laris manis saat diputar di jaringan bioskop New York ini, akhirnya hanya bisa disaksikan secara on line, seutuhnya, tanpa potongan sensor sama sekali. Ini memang perlawanan cerdas terhadapgunting sensor yang beringas.

Fil ini menuturkan kehidupan Liu Pingguo (Fan Bingbing) dan suaminya, An Kun (Tong Dawei) adalah sepasang migran muda yang datang dari kawasan utara China yang berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Beijing. Tentu saja Beijing bukan;ah sorga bagi mereka berdua, karena selain hanya bisa menyewa sepetak ruangan sempit, suami isteri ini masih harus berjuang agar hiduplabih layak

An Kun bekerja sebagai buruh pembersih jendela, sementara isterinya bekerja di panti pijat Golden Basin. Panti pijat ini dikelola oleh seorang pria tak tahu malu bernama Lin Dong (Tony Leung Ka Fai). Sedangkan isterinya,Wang Mei (Elaine Jin) membuka praktek pengobatan tradisional China. Dua jenis bekerjaan yang berbeda sifat ini, kemudian menimbulkan pertentangan antara kedua suami-isteri ini.

Saat sahabat Pingguo yang bernama Xiao Mei (Zeng Meihuizi), menyerang seorang tamu yang kurang ajar, dia dipecat oleh Lin Dong. Pingguo yang berusaha menghibur sahabatnya, sempat terlena minuman keras, dan mabuk di sebuah kedai tuak. Dalam perjalanan pulang menuju panti pijat, Pingguo tersesat di sebuah ruang kosong.Lin Dong yang memang tergoda dengan tubuh molek Pingguo, tak menyiakan ‘peluang emas’ dan segera memerkosa perempuan udik itu. Tragisnya, An Kun yang bekerja sebagai pembersih jendela,melihat adegan ini di kejauhan.

Suami Pingguo ini tak bisa menahan kemurkaannya, dia menyatroni Lin Dong, memakinya serta mengotori mobil Mercedes Benz Lin Dong. Takcuma itu, dia juga menuntut agar Ling Dong memberi uang ‘ganti rugi’ sebesar 20 ribu renminbi (mata uang China). Ketika Lin Dong tak memberikan uang, An Kun mencoba menggodai Wang Mei. Isteri Lin Dong yang memang sudah lama memendam kesal pada suaminya, justru menerima godaan Ah Kun.Bahkan menyeretnya pada sebuah petualangan seksual.


Deru campur debu

Hidup,cinta dan air mata, kadang tak tampildalam urutan yang sempurna. Takdir kadang menempatkan kita di jalan kehidupan yang penuh deru campur debu. Menyesakkan,namun tak terelakkan. Puncak dari silang sengkarut ini adalah kehamilan Liu Pingguo, dengan kedua lelaki; An Kun dan Lin Dong yang saling merasa menjadi ayah si calon bayi. Lin Dong sendiri berniat menjadikan kehamilan Pingguo sebagai peluang untuk menceraikan isterinya. Kedua lelaki dari pusaran cinta segi empat ini kemudian membuat kesepakatan yang dianggap memadai : Lin Dong akan memberi Ah Kun uang yang dimintanya, sebagai penebus perbuatan yang dilakukan Lin Dong pada isterinya. Kedua, bila golongan darah si bayi sama dengan Lin Dong, dia akan dipelihara Lin Dong sebagai anaknya, dan AH Kun menerima uang seratus ribu renminbi lagi. Sebaliknya bila golongan darah si bayi sama dengan Ah Kun, Lin Dong bebas dari tanggung jawab.

Namun di luar semuakesepakatan ini, perselingkuhan antara Lin Dong dengan Pingguo kian membara, seakan membakar ranjang yang menjadi landasan cinta haram mereka. Lin bahkan tak pedulipada gugatan perceraian yang diajukan Wang Mei, yang bakalmenyita separoh hartanya. Lin bahkan bersikap seakan dia memang ayah dari janin yang dikandung Pingguo. Masalahnya semakin berbelit, karena saat si bayi dilahirkan,

An Kun justru merasa bila si bayi adalah anak kandungnya.

Namun kemiskinan membutakan mata hati AH Kun, dia sepakat untuk menyerahkan anaknya pada Lin, demi sejumlah uang yang jumlahnya menyilaukan mata hatinya. Namun saat melihat betapa bahagianya Lin Dong memondong bayinya, api cemburu mulai membakar hati Ah Kun, dan membisikkan hasrat keji untuk menculik sang bayi.

Bagaimana dengan Pingguo,yang jiwa raga serta anaknya yang menjadi korban konflik pribadi dua lelaki ? Perempuan cantik ini pun disiksa rasa bersalah, karena malah menghanyutkan diri dalam arus perselingkuhan ini. Dia ikut tinggal di rumah Lin Dong, namun lebih sebagai peeawat bayinya. Setelah mengambil’uang tebusan’ yang diberikan Ah Kun padanya, dia menggendong bayinya, lalu pergi meninggalkan rumah. Film ini berakhir dengan adegan yang tak saja men gesankan; dua lelaki yang menjadi seteru dalam cinta, berada dalam sewbuah mobil yang sama: Mereka mencari Pingguo, perempuan yang dianggapbelahan jiwa oleh keduanya. Takdir untuk mencintai perempuan yang sama begitu mengenaskan dengan akhir jalan hidup keduanya : tewas dalam kecelakaan di jalanan Beijing yang begitu sibuk. Adegan ini menyisakan sebuah

pertanyaan yang merangsang : Di manakah sebenarnya letak kebahagiaan ? Kenapabegitu banyak orang berlarian tanpa harapan, walau dia tahu jalan itu menuju satu tempat :jurang kegagalan ? .( Heru Emka )

Tidak ada komentar: