Cukup banyak film beken yang diangkat dari novel ternama. Salah satunya adalah film Dr. Zhivago yang diangkat dari novel besar karya Boris Pasternak. Film ini, secara kualitas berhasil (memenangkan Oscar) sementara secara komersial juga sukses di pasaran. Ketika sutradara berhasil menyelesaikan film Love in the Time of Cholera (dirilis serentak 16 November lalu) yang diangkat dari novel karya Gabriel Garcia Marquez,- saya membayangkan sebuah film yang sarat dengan romantika agung yang kelam. Love in the Time of Cholera adalah lukisan muram sebuah kekecewaan, madah bagi jiwa yang bertahan tanpa gairah, melodrama yang merambat dari satu ke lain masa, tanpa ikatan masa silam atau sekarang.
Namun, inilah hikayat ternama yang jatuh ke tangan sutradara yang bahkan belum mantap karirnya. Mike Newell memang sempat mendapat pujian saat menyutradarai film Dance With a Strager, Enchanted April atau Four Weddings and a Funeral. Namun dia juga menghasilkan beberapa film jelek. Misalnya Into the West atau Mona Lisa Smile.
Di atas kertas, kisah ini menyajikan ramuan narasi yang jarang muncul dalam sebuah film.
Kisahnya terjadi di
Namun ayah sang dara (John Leguziamo) terlanjur mengirim putrinya untuk berdiam dengan keluarganya yang lebih kaya, di luar
Florentino yang tak ingin mati merana dan sia-sia, berjuang sekuat tenaga untuk menaikkan harga dirinya. Dia segera sukses berniaga. Malam demi malam, dia mengisi tempat tidurnya dengan wanita cantik. Namun ruang di hatinya tetap hampa, walau seorang jutawan bernama Senor Daza juga menawarkan juga puterinya yang jelita.
Tahun demi tahun berkelebat cepat, dan semuanya pun beranjak tua. Menjelang usia senja, pernikahan Fermina ambruk akibat perselingkuhan suaminya dengan pasien wanitanya. Tak lama kemudian Juvenal tewas terserang kolera, meninggalkan Fermina, sebagai janda. Namun di
Setelah menyimak film ini dengan seksama, setidaknya muncul sebuah pertanyaan : apakah narasi kata-kata Gabriel Garcia Marquez, yang begitu sugestif dan imajinatif, terlalu sukar untuk diterjemahkan dalam bahasa gambar ? Mike Newell berhasil memberi roh pada satu dua adegan cinta yang dalam plot novelnya cukup menggetarkan. Namun adegan yang seharusnya menggambarkan amuk rindu dendam dari cinta yang membakar jiwa, sepertinya luput dari rekaman kamera. Tak ada bedanya gejolak ‘arus dalam’ haru-biru perasaan di antara gambaran karakter berusia muda dan saat mereka berusia senja. Bukankah bentuk fisik yang berbeda menimbulkan gestur dan bahasa tubuh yang tidak juga sama ?
Bisa ditangkap ketidaksabaran sutradara untuk menghanyutkan diri melarasi narasi hikayat yang penuh liukan panjang, hingga nampaklah jelas keinginan sutradara untuk membuat film roman alaTentu ada juga pemain yang bisa larut menghayati peran yang dibawakan. Akting dua aktris pendukung sepertiFernanda Montenegro (meraih nominasi Oscar dalam film Walter Salles yang berjudul Central Station ) dan si cantik Catalina Sandino Moreno( meraih nominasi Oscar dalam Maria Full of Grace) yang berperan sebagai sahabat karib Farmina, bisa memberi makna pada cerita.
Dalam daftar film yang diangkat dari kisah novel ternama, apakah Love in the Time of Cholera ini hanya memperpanjang deretan dari film yang gagal menghadirkan pesona naskah aslinya ? Untunglah masih ada juru kamera dan pemadu gambar, yang berusaha keras untuk menghadirkan idiom visual yang cukup puitis, sehingga nuansa realisme-magis, yang menjadi kekuatan narasi novelis Gabriel Garcia Marquez, agak bisa diresapi dalam film yang berdurasi 139 menit ini .
(Heru Emka – pengamat film )
3 komentar:
Selamat berkreasi pak....
ternyata pake 6 tahun yang lalu ganteng jg....hehehehehe
Aku sahabat mitra perempuan. Ke?
Posting Komentar